PEREKONOMIAN
PADA MASA RASULULLAH
Disusun oleh:
Khusnul
Khotimah (162210064/R2)
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2016/2017
DAFTAR
ISI
KATAPENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah.................................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah..........................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Bagaimana Perekonomian Islam pada Masa Rasulullah................................. 2
B. Bagaimana perekonomian pada Masa Abu Bakar As-siddiq.......................... 3
C. Bagaimana perekonomian pada Masa Umar bin Khattab...............................
D. Bagaimana perekonomian pada Masa Ustman bin Affan ..............................
E. Bagaimana perekonomian pada Masa Ali bin Thalib
BAB IIIPENUTUP
A.Simpulan.....................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Perekonomian
Pada Masa Rasulullah”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ekonomi Islam. Penyusun
makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1.
Bapak
Ridwan Baraba, selaku dosen pembina Mata Kuliah Ilmu Ekonomi
2.
Orang
tua yang selalu memberi semangat dan doa.
3.
Pemakalah
bab-bab sebelumnya yang memberi dorongan untuk menjadi lebih baik.
Penulis menyadari adanya keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan
makalah ini, untuk itu keitik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan penulisan selanjutnya. Penulis berharap makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi semua.
Purworejo, 24 Oktober 2016
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sistem perekonomian pada masa Nabi Muhammad SAW merupakan
sistem yang berdasarkan syariat islam dan berladasan Al-Qur’an dan Sunah Rasul.
Sejumlah aturan yang tertanam pada landasan perekonomian tersebut berbentuk
keharusan melakukan atau sebaikanya melakukan sesuatu, juga dalam bentuk
larangan melakukan sesuatu. Tentu aturan-aturan yang tersebut dalam Al-Qur’an
dan Sunah Rasul bertujuan untuk menjamin keselamatan manusia sepanjang
hidupnya,baik agama, diri, akal,harta benda maupun nasib keturunan.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, pemerintahan diteruskan oleh Khulafaur
Rasyidin yaitu khalifah-khalifah yang diberi petunjuk dan dipilih sebagai
kepala Negara dan pemerintahan sekaligus sebagai pemimpin umat Islam.
Sahabat Rasulullah SAW yang menjadi Khulafaur Rasyidin ada empat orang,
yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib. Keempat khalifah ini meneruskan perjuangan Rasulullah SAW dengan cara
dan gaya yang berbeda-beda. Mengenai kebijakan di bidang ekonominya pun,
keempat khalifah ini memiliki langkah yang berbeda pula. Pada
Oleh sebab itu, makalah ini akan membahas mengenai bagaimana para Khulafaur
Rasyidin menerapkan sistem ekonomin dalam masa pemerintahan masing-masing yaitu
sistem ekonomi masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan,
dan Ali bin Abi Thalib
B.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana
Perekonomian Islam pada Masa Rasulullah?
b.
Bagaimana
perekonomian pada Masa Abu Bakar As-siddiq?
c.
Bagaimana
perekonomian pada Masa Umar bin Khattab?
d.
Bagaimana
perekonomian pada Masa Ustman bin Affan?
e.
Bagaimana
perekonomian pada Masa Ali bin Thalib
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Ekonomi Pada Masa Rasulullah SAW
Kehidupan Rasulullah SAW. dan
masyarakat Muslim di masa beliau adalah teladan yang paling baik implementasi
Islam, termasuk dalam bidang ekonomi. Pada periode Makkah masyarakat Muslim
belum sempat membangun perekonomian, sebab masa itu penuh dengan perjuangan
untuk mempertahankan diri dari intimidasi orang-orang Quraisy. Barulah pada
periode Madinah Rasulullah memimpin sendiri membangun masyarakat Madinah
sehingga menjadi masyarakat sejahtera dan beradab. Meskipun perekonomian pada
masa beliau relatif masih sederhana, tetapi beliau telah menunjukkan
prinsip-prinsip yang mendasar bagi pengelolaan ekonomi.
Secara umum, tugas kekhalifahan
manusia adalah tugas mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan
kehidupan.[4] Sebagaimana firman-Nya:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ
خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي
مَا آتَاكُمْ ۗ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Islam mempunyai
pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonominya sebagaimana telah
dicontohkan oleh teladan kita Muhammad Rasulullah SAW.Beberapa pemikiran
ekonomi Islam yang disadur ilmuwan Barat antara lain, teori invisible hands
yang berasal dari Nabi SAW dan sangat populer di kalangan ulama. Teori ini
berasal dari hadits Nabi SAW. sebagaimana disampaikan oleh Anas RA, sehubungan
dengan adanya kenaikan harga-harga barang di kota Madinah. Dalam hadits
tersebut diriwayatkan sebagai berikut:
“Harga melambung
pada zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan saran kepada
Rasulullah dengan berkata: “Ya Rasulullah hendaklah engkau menentukan harga”.
Rasulullah SAW. bersabda: ”Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, yang
menahan dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku
menemui Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntutku tentang
kezaliman dalam darah maupun harta.”
Dengan hadits ini
terlihat dengan jelas bahwa Islam jauh lebih dahulu (lebih 1160 tahun)
mengajarkan konsep invisible hand atau mekanisme pasar dari pada Adam Smith.
Inilah yang mendasari teori ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW dalam
hadits tersebut tidak menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan harga
itu diserahkan kepada mekanisme pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah
menolak tawaran itu dan mengatakan bahwa harga di pasar tidak boleh ditetapkan,
karena Allah-lah yang menentukannya. Sungguh menakjubkan, teori Nabi tentang
harga dan pasar. Kekaguman ini dikarenakan, ucapan Nabi Saw itu mengandung pengertian
bahwa harga pasar itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah atau hukum
supply and demand.
Karakter umum pada
perekonomian pada masa ini adalah komitmennya yang tinggi terhadap etika dan
norma, serta perhatiannya yang besar terhadap keadilan dan etis dalam bingkai
syariah Islam, sementara sumber daya ekonomi tidak boleh menumpuk pada
segelintir orang melainkan harus beredar bagi kesejahteraan pada seluruh umat.
Pasar menduduki peranan penting sebagai mekanisme ekonomi, tetapi pemerintah
dan masyarakat juga bertindak aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dan
menegakkan keadilan.
Rasulullah SAW
membuang sebagian besar tradisi dan nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran
Islam dari seluruh aspek kehidupan masyarakat Muslim. Kondisi negara baru yang
dibentuk ini, tidak diwarisi sumber keuangan sedikitpun sehingga sulit
dimobilisasi dalama waktu dekat. Karenanya. Rasulullah SAW segera meletakkan
dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, yaitu
a. Membangun masjid sebagai Islamic Centre.
b. Menjalin ukhuwwah islamiyyah antara kaum
Muhajirin dengan kaum Anshar.
c. Menjalin kedamaian dalam negara.
d. Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga
negaranya.
e. Membuat konstitusi negara.
f. Meletakkan dasar-dasar keuangan negara.
B. Perekonomian
pada MasAbu Bakar As-Shiddiq ?
Setelah Rasulullah saw wafat, Abu Bakar
As-Shiddiq yang bernama lengkap Abdullah ibn Abu Quhafah Al-Tamimi terpilih
sebagai khalifah yang pertama. Ia merupakan pemimpin agama sekaligus kepala
negara kaum muslimin. Selama masa pemerintahannya Abu Bakar banyak menghadapi
persoalan dalam negeri yang berasal dari kelompok murtad, nabi palsu, dan
orang-orang yang menolak membayar zakat kepada negara. Berdasarkan hasil musyawarah dengan para
sahabat yang lain, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut melalui apa
yang disebut sebagai perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Setelah
berhasil menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu Bakar mulai melakukan ekspansi
ke wilayah utara untuk menghadapi pasukan Romawi dan Persia yang selalu
mengancam kedudukan umat Islam. Namun, ia meninggal dunia sebelum usaha ini
selesai dilakukan.
Sebelum
menjadi khalifah, Abu Bakar tinggal di
Sikh yang terletak di pinggir kota Madina tempat Baitul Mal dibangun. Abu
Ubaida ditunjuk sebagai penanggungjawab Baitul Mal. Setelah 6 bulan, Abu Bakar
pindah ke Madinah dan bersamaan dengan itu sebuah rumah dibangun untuk baitul
mal. Sistem pendistribuan yang lama tetap dilanjutkan sehingga pada saat
wafatnya hanya satu dirham yang yang tersisa dalam pembendaharaan keuangan.
Sewaktu memberikan
sambutan selaku khalifah terpilih, Abu Bakar menunjukkan rasa tanggungjawabnya
terhadap rakyat. Dikisahkan bahwa ia mengatakan “Hai rakyatku, awasilah agar
aku menjalankan pemerintahan dengan hati-hati. Aku bukan yang terbaik diantara kalin,
aku membutuhkan semua nasehat dan bantuan kalian. Jika aku benar dukunglah aku,
jika aku salah tegurlah aku.
Mengatakan yang
benar pada orang yang ditunjuk untuk memerintah merupakan kesetiaan yang tulus,
menyembunyikan adalah pengkhianatan. Menurut pandanganku, yang kuat dan yang
lemah adalah sama, kepada keduanya aku ingin berbuat adil. Bila aku taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, taatlah kepadaku, jika aku mengabaikan hukum Allah dan
Rasul-Nya aku tidak lagi berhak untuk kalian taati”
Menurut Siti Aisyah,
ketika Abu Bakar terpilih beliau berkata “umatku telah mengetahui yang
sebenarnya bahwa hasil perdagangan saya tidak mencukupi kebutuhan keluarga,
tapi sekarang saya dipekerjakan untuk mengurus kaum muslimin” sejak menjadi
khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus dengan menggunakan harta baitul
mal. Menurut beberapa keterangan, ia
diperbolehkan untuk mengambil dua setengah atau tiga per empat dirham setiap harinya dari baitul mal dengan
tambahan makanan berupa daging domba dan pakaian biasa, setelah berjalan
beberapa waktu, ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi. Oleh karena itu,
tunjangan Abu Bakar ditambah menjadi 2000 atau 2500 dirham, menurut riwayat
lain 6000 dirham per tahun.
Namun demikian,
beberapa waktu menjelang ajalnya, abu Bakar banyak menemui kesulitan dalam
mengumpulkan pendapatan negara sehingga ia menanyakan berapa banyak upah atau
gaji yang telah diterimanya. Ketika diberitahukan bahwa jumlah tunjangannya
sebesar 8000 dirham, ia langsung memerintahkan untuk menjual sebagian besar
tanah yang dimilikinya dan seluruh hasil penjualannya diberikan kepada negara.
Di samping itu, Abu Bakar juga menanyakan lebih jauh mengenai berapa banyak
fasilitas yang telah dinikmatinya selama menjadi khalifah. Ketika diberitahu fasilitas yang diberikan
kepadanya berupa seorang budak yang bertugas memelihara anak-anaknya dan
membersihkan pedang-pedang milik kaum muslimin, seekor unta pembawa air dan
sehelai pakaian biasa, ia segera menginstruksikan untuk mengalihkan semua
fasilitas tersebut kepada pemimpin berikutnya nanti. Pada saat diangkat sebagai
khalifah dan mengetahui hal ini, Umar berkata “Wahai abu bakar, engkau telah
membuat tugas penggantimu ini menjadi sangat sulit”.
Dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan umat islam, Khalifah Abu Bakar melaksanakan berbagai
kebijaksanaan ekonomi seperti yang telah dipraktekkan Rasulullah saw. Ia sangat
memperhatikan keakuratan perhitungan zakat, sehingga tidak terjadi kelebihan
atau kekurangan pembayarannya. Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan
sebagai pendapatan negara dan disimpan dalam baitul mal untuk langsung
didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslim hingga tidak ada yang tersisa.
Abu Bakar
As-shiddiq juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan, sebagian
diberikan kepada kaum muslimin dan sebagian tetap menjadi tanggungan negara.
Disamping itu, ia juga mengambil alih tanah-tanah dari orang yang murtad untuk
kemudian dimanfaatkan demi kepentingan umat Islam secara keseluruhan.
Sedangkan dalam
mendistribusikan harta Baitul Mal tersebut, Abu Bakar menerapkan prinsip
kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah
saw. Dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu memeluk
Islam dengan sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka, dan
antara pria dengan wanita. Menurutrutnya, dalam hal keutamaan beriman, Allah
swt yang akan memeberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup,
prinsip kesamaan lebih baik daripada prinsip keutamaan.
Dengan demikian, selama
masa pemerintaha Abu Bakar As-Shiddiq, harta baitul mal tidak pernah menumpuk
dalam jangka waktu yang lama karena langsung disistribusikan kepada seluruh
kaum muslimin, bahkan ketika Abu bakar As-Shiddiq wafat hanya ditemukan satu
dirham dalam pembendaharaan negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang
sama dari hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum
muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorangpun yang dibiarkan
dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate
demand dan aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan
nasional, disamping memeperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya
dengan yang miski
C. Perekonomian
pada Masa Umar bin Khattab
Untuk mencegah
kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam, Abu
Bakar As-shiddiq bermusyawarah dengan para pemuka sahabat tentang calon
penggantinya. Berdasarkan hasil musyawarah tersebut, ia menunjuk Umar bin
Khattab sebagai khalifah Islam yang kedua. Setelah diangkat sebagai khalifah, Umar bin Khattab
memperkenalkan isltilah Amir al-Mu’minin (komandan orang-orang yang beriman).
Pada masa
pemerintahnnya yang berlangsung selama sepuluh tahun, Umar bin Khattab banyak
melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi Jazirah Arab, sebagian wilayah
kerajaan Romawi (Syiria, Palestina dan Mesir), serta seluruh wilayah kerajaan
Persia, termasuk Irak. Atas keberhasilannya tersebut, orang-orang barat
menjuluki Umar bin Khattab sebagai the saint paul of Islam.
1. Pendirian baitul mal
Kontribusi terbesar
Umar bin Khattab adala membentuk perangkat administrasi yang baik untuk
menjalankan roda pemerintahan yang besar. Ie mendirikan institusi administrasi
yang hampir tidak mungkin dilakukan pada abad ketujuh sesudah masehi.
Bersamaan dengan
reorganisasi baitul mal, Umar mendirikan Diwan Islam yang terman yang disebut
al-divan. Sebenarnya al-divan adalah sebuah kantor yang ditujukan untuk
membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pension serta tunjangan
lainnya dalam basis yang regular dan tepat
2. Kepemilikan tanah
Sepanjang
pemerintahan Umar, banyak daerah yang ditaklukan memlalui perjanjian damai,
penaklukan ini memunculkan banyak masalah baru. Pertanyaannya adalah bagaimana mengumumkan
kebihakan Negara tentang kepemilikan tanah yang ditaklukan.
Untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut Umar bin Khattab menerapkan beberapa peraturan-peraturan
sebagai berikut :
a. Wilayah Iraq yang ditaklukan dengan
kekuatan, menjadi milik muslim dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat,
sedangkan bagian yang berbeda di bawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh
pemilik sebelumnya dan kepemilikan tersebut dapat dialihkan.
b. Kharaj dibebankan pada semua tanah yang
berada ddi bawah kategori pertama, meskipun pemilik tersebut kemudian memeluk
agama islam. Dengan demikian tanah seperti itu tidak dapat dikonversikan
menjadi tanah Ushr.
c. Bekas pemilik tanah diberi hak
kepemilikan, sepanjang mereka membayar kharaj dan jizya.
d. Sisa tanah yang tidak ditempati atau
ditanami (tanah mati ) atau tanah yang diklaim kembali (seperti basra) bila
ditanami oleh muslim diperlakukan sebagai tanah Ushr.
e. Di sawad, kharaj dibebankan sebesar satu
dirham gandum fan barley (jenis gandum), dengan anggapan tanah tersebut dapat
dilalui air. Harga yang lebih tinggi dikenakan kepada ratbah (renpah atau
cengkeh) dan perkebunan,
f. Perjanjian damaskus (Syria) menetapkan
pembayaran tunai, pembagian tanah dengan muslim. Beban per kepala sebesar satu
dinar.
3. Zakat
Kegiatan berternak
dan memperdagangkan kuda dilakukan secara besar-besaran di Syria dan di
berbagai wilayah kekuasaan Islam lainnya. Beberapa kuda mempunyai nilai jual
yang tinggi, bahkan pernah diriwayatkan bahwa seekor kuda arab taghlabi
diperkirakan bernilai 20.000 dirham dan orang-orang Islam terlibat dalam
perdagangan ini. Kemudian mereka mengusulkan kepada khalifah agar ditetapkan
kawajiban zakat, tetapi permintaan tersebut tidak dikabulkan. Kemudian gubernur
menulis surat kepada khalifah dan khalifah Umar menanggapinya dengan sebuah
intruksi agar gubernur menarik zakat dari mereka dan mendistribusikannya kepada
para fakir miskin serta budak-budak. Sejak itu, kuda ditetapkan sebesar satu
dinar atau satu dirham untuk setiap empat puluh dirham.
4. Ushr
Sebelum Islam
datang, setiap suku atau kelompok yang tinggal di pedesaan biasa membayar pajak
(‘ush) jual-beli (maqs). Besarnya adalah sepuluh persen dari nilai barang atau
satu dirham untuk setiap transaksi. Namun, setelah Islam hadir dan menjadi sebuah
negara yang berdaulat di Semenanjung Arab, Nabi mengambil inisiatif untuk
mendorong usaha perdagangan dengan menghapus bea masuk antar provinsi yang
masuk dalam wilayah kekuasaan dan masuk dalam perjanjian yang ditandatangani
olehnya bersama dengan suku-suku yang tunduk kepada kekuasaannya. Secara jelas
dikatakan bahwa pembebanan sepersepuluh hasil pertanian kepada pedagang manbij
(Hierapolis) dikatakan sebagai yang pertama dalam masa Umar.
5. Sedekah non muslim
Tidak ada ahli
kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang Kristen Bani Taghlib yang keseluruhan kekayaannya
terdiri dari hewan ternak. Mereka membayar dua kali lipat dari yang dibayar
kaum Muslimin. Umar mengenakan jizyah
kepada ahli kitab Bani Taghlib , tetapi mereka terlalu gengsi sehingga
menolak membayar jizyah dan malah
membayar sedekah. Nu'man ibn Zuhra memberikan alasan untuk kasus mereka dengan
mengatakan bahwa pada dasarnya tidak bijaksana memperlakukan mereka seperti
musuh dan seharusnya keberanian mereka menjadi aset negara. Umar menerima sedekah 2 kali lipat dengan
syarat mereka tidak boleh membaptis seorang anak atau memaksanya menerima
kepercayaan mereka.
6. Mata uang
Pada masa Nabi dan
sepanjang masa pemerintahan khulafaur rasyidin, koin mata uang dengan berbagai
bobot telah dikenalkan di jazirah Arab, seperti dinar, sebuah koin emas dan
dirham, sebagai koin perak.
7. Klasifikasi dan alokasi pendapatan Negara
Pada periode awal
Islam, kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pendapatan Negara adalah
mendistribusikan semua pendapatan yang diterima. Kebijakan tersebut berubah
pada masa Umar. Pada saat itu pendapatan meningkat tajam dan baitul mal
didirikan secara permanen di pusaat kota dan ibukota provinsi.
Pendapatan yang
diteria di baitul mal terbagi dalam empaat bagian sebagai berikut :
a. Pendapatan yang diperoleh dari zakat dan
ushr yang dikenakan terhadap muslim. Pendapatan ini umunya didistribusikan
dalam tingkat lokal jiak kelebihan penerimaan sudah disimpan di baitul mal
pusat dan sudah dibagikan ke delapan kelompok yang disebutkan secara jelas di
dalam Alquran.
b. Pendapatan yang diperoleh dari khums dan
shadaqah. Pendapat ini di bagikan kepada fakir miskin untuk membiayai kegiatan
mereka dala mencari kesejahteraan tanpa diskriminasi.
c. Pendapatan yang diperoleh dari kharaj,
fay, jizya, ushr dan sewa tetap tahunan tanah-tanah yang diberikan. Pendapatan
jenis ini digunakan untuk membayar dana pensiun serta menutupi pengeluaran
operasional administrasi, kebutuhan militer.
d. Berbagai macam pendapatan yang diterima
dari semua macam sumber. Pada bagian pendapatan yang keepat ini dikeluarkan
untuk para perkerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana sosial lainnya.
8. Pengeluaran
Di antara alokasi
pengeluaran dari harta baitul mal tersebut, dana pensiun merupakan pengeluaran
Negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah dana pertahanan Negara
dan dana pembangunan.
Dana ini juga
meliputi uaph yang dibayarkan kepada para pegawai sipil.
Seperti halnya yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW, khalifah Umar menetapkan bahwa Negara
bertanggung jawab membayarkan atau melunasi utang orang-orang yang menderita
jatuh miskin, membayar terbusan para tahanan muslim serta membayar biaya
perjalanan para delegasi dan tukar menukar hadiah dengan Negara lain.
D. Perekonomian
pada Masa Utsman bin Affan
Usman bin Affan
adalah seorang yang jujur dan saleh, tetapi sangat tua dan lemah lembut. Dia
adalah salah seorang dari beberapa orang terkaya di antara sahabat Nabi.
Pada masa pemerintahannya
yang berlangsung selama 12 tahun. Khalifah Usman bin Affan berhasil melakukan
ekspansi ke wilayah Armenia, Cyprus, Rhodes dan bagian yang tersisa dari
Persia, Transoxania, dan Tabaristan. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan di
daerah Khurasan dan Iskandariyah.
Pada enam tahun
pertama kepemimpinannya, Balkh, Kabul, Ghazni, Kerman dan Sistan ditaklukkan.
Untuk menata pendapatan baru, kebijakan Umar diikuti. Tidak lam setelah
Negara-negara tersebut ditaklukkan, kemudian tindakan efektif diterapkan dalam
rangka pengembangan sumber daya alam. Aliran air digali, jalan dibangun, pohon
buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan diberikan dengan cara pembentukan
organisasi kepolisian tetap.
Khalifah Usman bin
Affan tidak mengambil upah kantornya. Sebaliknya dia meringankan beban Negara.
Hal ini menimbulkan kesalahpahaman antara khalifah dan Abdul bin Arqam, salah
seorang sahabat Nabi yang terkemuka yang berwenang melaksanakan kegiatan Baitul
Mal. Konflik ini tidak hanya menolak untuk menerima upah ( sebagai pelayan kaum
muslimin untuk kepentingan Allah SWT ), tetapi juga menolak hadir dalam
pertemuan publik yang dihadiri khalifah.
Dilaporkan bahwa
untuk mengamankan zakat dari gangguan dan masalah dalam pemeriksaaan kekayaan
yang tidak jelas oleh bebebrapa pengumpul yang nakal, Usman mendelagasikan
kewenangan kepada pemilik untuk menaksir kepemilikannya sendiri. Dalam
hubungannya dengan zakat dalam sambutan Ramadhan biasanya dia mengatakan, “
Lihat bulan pembayaran zakat telah tiba. Barang siapa memiliki properti dan
utang, biarkan dia untuk mengurangi dari apa yang dia miliki, apa yang dia
utang dan membayar zakat untuk properti yang masih tersisa.”
Tabir menyebutkan
ketika menjadi khalifah, Usman menaikkan pensiunan sebesar seratus dirham, tetapi
tidak ada rinciannya. Dia juga menambah santunan dengan pakaian. Selain itu ia
memperkenalkan kebiasaan membagikan makanan di masjid untuk orang-orang
menderita, pengembara dan orang miskin.
Untuk meningkatkan
pengeluaran pertahanan dan perlautan, meningkatkan dana pension, dan
pembangunan berbagai wilayah taklukan baru, Negara membutuhkan dana tambahan.
Oleh, karena itu khalifah Usman bin Affan membuat beberapa perubahan
administrasi tingkat atas dan mengganti Gubernur. Ada dialog yang sangat terkenal
dalam sejarah antara Usman dan Amr berkaitan dengan strukturalisasi ini.
“kharaj dan jizya yang ditingkatkan Amr dari Mesir berjumlah satu juta dinar,
tetapi dinaikkan oleh Abdullah bin Sa’ad menjadi empat juta. Ketika Usman
menegur ucapan Amr, ‘setelah unta perahan anda menghasilkan susu lebih.’ Amr
membalas, ‘ hal ini karena dia menguruskan yang muda.”
Lahan luas yang
dimiliki keluarga kerajaan Persia diambil alih oleh Umar, tetapi dia
menyimpannya sebagai lahan Negara yang tidak dibagi-bagi. Sementara itu Usman
membaginya kepada individu-individu untuk reklamasi dan untuk kontribusi
sebagai bagian yang diprosesnya kepada baitul maal.
E. Perekonomian
pada Masa Ali bin Abi Thalib
Masa pemerintahan
Khalifah Ali ibn Abi Thalib yang hanya berlangsung selama enam tahun selalu
diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Ia harus menghadapi
pemberontakan Thalhah, Zubair ibn Al-Awwam, dan Aisyah yang menuntut kematian
Ustman ibn Affan. Berbagai kebijakan tegas yang diterapkannya menimbulkan api
permusuhan dengan keluarga Bani Umayyah yang dimotori oleh Muawiyah ibn Abi
Sofyan. Pemberontakan juga datang dari golongan Khawarij, mantan pendukung
Khalifah Ali ibn Abi Thalib yang kecewa terhadap keputusan tahkim pada perang
Shiffin.
Sekalipun demikian,
Khalifah Ali ibn Abi Thalib tetap beruaha untuk melaksanakan berbagai kebijakan
yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan umat islam. Menurut sebuah
riwayat, ia secara sukarela menarik diri dari daftar penerima dana bantuan
Baitul Mal, bahkan menurut riwayat yang lain , Ali memberikan sumbangan sebesar
5000 dirham setiap tahun. Apapun faktanya, kehidupan Ali sangat sederhana dan
sangat ketat dalam membelanjakan keuangan negara. Dalam sebuah riwayat,
saudaranya yang bernama Aqil pernah menandatangani Khalifah Ali bin Abi Thalib
untuk meminta bantuan keuangan dari dana Baitul Mal. Namun, Ali menolak
permintaan tersebut. Dalam riwayat yang lain, Khalifah Ali diberitakan pernah
memenjarakan Gubernur Ray yang dianggapnya telah melakukan tindak pidana korupsi.
Selama masa
Pemerintahanya , Khalifah Ali ib Abi Thalib menetapkan pajak terhadap para
pemilik hutan sebesar 4000 diham dan mengizinkan Ibnu Abbas, Gubernur Kuffah,
memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu
masakan.
Pada masa Khalifah
Ali bin Abi Thalib, alokasi pengeluaran kurang lebih masa tetap sama
sebagaimana halnya pada masa pemerintahan Khalifah Umar. Pengeluaran untuk
angkatan laut yang ditambah jumlahnya pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan
hampir seluruhnya dihilangkan karena sepanjang garis pantai Syria, Palestina,
dan Mesir berada dibawah kekuasaan muawiyah. Namun demikian, dengan adanya
penjaga malam dan patroli yang telah terbentuk sejak masa pemerintahan Khalifah
Umar, Ali membentuk polisi yang terorganisasi
secara resmi yang disebut syurthah dan pemimpinnya diberi gelar Shahibus
Syurthah. Fungsi lainnya dari Baitul Mal masih tetap sama dan tidak ada
perkembangan aktivitas yang berarti pada masa ini.
Khalifah Ali
memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan, administrasi umum dan
masalah-masalah yang berkaitan dengannya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sejarah ekonomi
Islam berawal dari di angkatnya Muhammad sebagai utusan Allah pada usia ke 40.
Rasulullah mengeluarkan berbagai kebijakan yang selanjutnya diikuti dan
diteruskan oleh pengganti-penggantinya yaitu khulafaurrasyidin.
Kehidupan
Rasulullah SAW. dan masyarakat Muslim di masa beliau adalah teladan yang paling
baik implementasi Islam, termasuk dalam bidang ekonomi. Pada periode Makkah
masyarakat Muslim belum sempat membangun perekonomian.
Sistem ekonomi di
zaman rasulullah sangat kompleks dan sempurna meskipun pada masa setelahnya
tetap dilakukan perbaikan. Jenis-jenis kebijakn baik pendapatan dan pengeluaran
keuangan di masa Rasulullah lebih terfokus pada masa perang dan kesejahteraan
rakyat. Tidak seperti saat ini bahwa kebijakan-kebijakan ekonomi lebih
difokuskan pada pencarian keuntungan. Rasulullah mengeluarkan berbagai
kebijakan yang selanjutnya diikuti dan diteruskan oleh pengganti-penggantinya
yaitu khulafaurrasyidin. Diversivikasikan praktik ekonomi yang dilakukan
masyarakat Muslim setelah masa Muhammad Saw. bisa dianggap sebagai acuan
sejarah ekonomi Islam selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Karakter umum pada perekonomian pada
masa ini adalah komitmennya yang tinggi terhadap etika dan norma, serta
perhatiannya yang besar terhadap keadilan dan etis dalam bingkai syariah Islam,
sementara sumber daya ekonomi tidak boleh menumpuk pada segelintir orang
melainkan harus beredar bagi kesejahteraan pada seluruh umat. Pasar menduduki
peranan penting sebagai mekanisme ekonomi, tetapi pemerintah dan masyarakat
juga bertindak aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dan menegakkan keadilan
DAFTAR
PUSTAKA
http://badilag.net/Sistem_Ekonomi_Islam_pada_masa_Rasulullah.pdf
%20MUHAMMAD%20DAN%20KHULAFAUR%20RASYIDIN.html
diakses pada tanggal 19 september
2015 pada pukul 06.37 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar